PENDAMPINGAN PENYUSUNAN BAHAN AJAR BERBASIS KEKUATAN

 


PENDAHULUAN

    Sudis Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat melakukan pembinaan pada 16 (enam belas) Sekolah Luar Biasa di 4 (empat) kecamatan yaitu; Kembangan, Kebon Jeruk, Palmerah, dan Grogol Petamburan yang terdiri dari 2 (dua) SLB Negeri dan 14 (empat belas) SLB Swasta.
        Berdasarkan analisis hasil pemetaan mutu sekolah melalui evaluasi diri 16 (enam belas) sekolah luar biasa binaan, diperoleh permasalahan salah satunya terkait bahan ajar dimana sampai saat ini belum tersedia buku yang sesuai dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus. Buku-buku yang beredar di pasaran maupun buku sekolah elektronik (BSE) yang telah ditetapkan pemerintah banyak ditujukan bagi peserta didik di sekolah reguler yang tidak memiliki hambatan fisik. Meskipun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Pembinaan PK/LK sudah melaksanakan kegiatan penyusunan buku bagi peserta didik berkebutuhan khusus, tetapi sampai saat ini masih banyak sekolah yang mengalami kesulitan memperoleh buku tersebut. 
    Mengingat bahan ajar merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran, maka setiap guru seharusnya mampu mengembangkan bahan ajar sesuai dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan oleh BSNP. Berdasarkan hasil pemantauan supervisi akademik selama ini banyak guru kurang memiliki kemampuan mengembangkan bahan ajar sesuai dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Kegiatan workshop dan diklat kurikulum 2013 Pendidikan Khusus yang dilakukan pemerintah maupun sekolah seringkali tidak membahas  pengembangan penyusunan bahan ajar dan tidak memotivasi guru untuk menyusun bahan ajar tetapi lebih menekankan pada pembuatan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). 
    Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Guru yang diperkuat dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2018  tentang Pemenuhan beban kerja guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah pada pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa salah satu tugas guru mencakup kegiatan merencanakan pembelajaran. Merencanakan pembelajaran sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat (1) meliputi; mengkajian pengkajian kurikulum program dan silabus pembelajaran, tahunan dan semester, dan merencanakan RPP termasuk di dalamnya menyusun bahan ajar.  
   Kemampuan guru dalam mengembangkan bahan ajar menjadi bagian dari kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional seperti yang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru bagian B. Kebijakan tersebut menyatakan bahwa guru sebagai pendidik profesional diharapkan memiliki kemampuan mengembangkan bahan ajar sesuai mekanisme yang ada dengan memperhatikan karakteristik dan lingkungan sosial peserta didik. Dalam penilaian kinirja guru, salah satu butir indikator instrumen kompetensi yang dinilai adalah emampuan guru dalam menyusun bahan ajar. Hal ini menjadi dilema tersendiri bagi pengawas sekolah yang melakukan penilaian karena faktanya guru belum menyusun bahan ajar. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, pendekatan berbasis kekuatan digunakan pengawas sekolah sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun bahan ajar sebab pendekatan berbasis kekuatan mengandalkan kelebihan individu. Pendekatan berbasis kekuatan mengasumsikan bahwa manusia sudah ditakdirkan keberadaannya sejak lahir dan tidak bisa berubah atau nature. (Sukono Soebekti, 2013, h.9) Konsep pengembangannya adalah dengan menggali dan menemukan kekuatan maupun kelemahan. Dengan demikian, kita dapat menyalurkan kekuatannya sambil menyiasati kelemahannya. Menurut Sukono Soebekti (2013: 16), pendekatan berbasis kekuatan menyatakan bahwa seseorang yang berhasil memanfaatkan bakatnya untuk berkarya memiliki ciri “4E”, yaitu enjoy (menikmati pekerjaannya), easy (melaksanakan pekerjaanya dengan mudah), excellence (memberi hasil yang sangat baik), dan earn (menghasilkan pendapatan)
    Penulisan ini difokuskan untuk mata pelajaran bahasa Inggris pada awal pelaksanaan kegiatan sebab merupakan salah satu mata ujian yang diselenggarakan secara nasional dan memperoleh nilai terendah pada tahun pelajaran sebelumnya. Sasaran ditujukan untuk guru yang mengampu peserta didik dengan hambatan penglihatan (tunanetra) jenjang SMPLB di SLB Negeri 5 Jakarta. Memperluas wawasan pengetahuan dan memberikan informasi terkait dengan bagaimana meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun bahan ajar bahasa Inggris menggunakan pendekatan berbasis kekuatan “4.E” pada kegiatan pendampingan pembinaan supervisi akademik yang dilakukan pengawas sekolah menjadi tujuan penulisan ini.  
     Hasil pelaksanaan pendampingan menggunakan pendekatan berbasis kekuatan “4.E” diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun bahan ajar yang sesuai dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik. Diharapkan pula guru dapat memperoleh alternatif baru yang dapat diterapkan di kelas untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan tersusunnya bahan ajar yang sesuai dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik serta materi pelajaran yang disampaikan di kelas. Dampaknya tentu akan meningkatkan prestasi akademik peserta didik dan nilai akreditasi sekolah, disamping penjaminan kualitas dan mutu pendidikan di sekolah dapat ditingkatkan. 

Pendekatan Berbasis Kekuatan 4.E
      Seperti telah penulis paparkan di atas, masalah yang muncul pada saat pemantauan supervise akademik adalah kurangnya kompetensi guru dalam menyusun bahan ajar bahasa Inggris bagi peserta didik yang  memiliki hambatan di sekolah luar biasa pada Sudis Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat. Faktor penyebab masalah antara lain karena dalam pelaksanaan workshop dan diklat maupun pembinaan supervisi akademik yang telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun sekolah tidak menyentuh ranah pengembangan kemampuan menyusun bahan ajar. Bahan ajar berbeda dengan buku teks karena bahan ajar merupakan bahan atau materi pembelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar, sedangkan buku teks merupakan sumber informasi yang disusun dengan struktur dan urutan berdasar bidang ilmu tertentu. 
    Achmad Sudrajat (2008) seperti dikutip dalam Ika Lestari (2013: 1) menyatakan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan ajar yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. (Majid, 2013: 173). Bahan yang dimaksud bisa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis (National Center for Vocational Education Research LTD/National Center for Competency Based  Training). 
    Terkait permasalahan di atas, kepala sekolah seharusnya diharapkan mampu meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun bahan ajar bahasa Inggris. Pendekatan yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah melalui pembinaan supervisi akademik dengan mendiskusikan materi bahan ajar yang dapat disusun oleh guru. Faktanya di lapangan, kepala sekolah belum melaksanakan hal tersebut  sehingga belum ada bahan ajar yang dapat disusun oleh guru. Padahal dengan diberlakukannya kurikulum 2013 untuk Pendidikan Khusus seharusnya guru mampu menyusun bahan ajar yang akan digunakan dalam proses pembelajaran di kelas.
    Untuk menyelesaikan permasalahan yang telah muncul di sekolah, pendekatan berbasis kekuatan “4E” digunakan dalam pendampingan penyusunan bahan ajar. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia menemukan keunikan diri yang berlangsung terus menerus selama hidupnya. Semakin banyak seseorang beraktivitas, semakin banyak pula orang tersebut menemukan keunikan dirinya berupa kekuatan yang disebut “potensi diri”.  Keunikan ini, bersifat tidak berubah dalam diri manusia secara alamiah (nature), ini yang disebut personality. Selain kepribadian, ada unsur lain dalam diri manusia yang bisa berubah (melalui nurture), ini yang disebut perilaku (behaviour). Perubahan perilaku ini biasanya berkaitan dengan usaha manusia itu sendiri untuk menyesuaikan diri. Dalam menghadapi pekerjaan, pendekatan berbasis kekuatan menjadi penting. Setiap orang mempunyai kekuatan  dan sumber daya untuk memberdayakan dirinya. (Rama Royani dalam Sukono Soebekti, 2013) 
    Hasil penelitian Gallup Organization, sebuah lembaga penelitian di Amerika menemukan bahwa 20% karyawan merasa puas dengan pekerjaannya. Sedangkan sisanya, 80% termasuk dalam kelompok karyawan yang bekerja dengan “perasaan terpaksa”. Untuk itu seorang individu yang akan memasuki dunia pekerjaan perlu memeriksa keunikan diri. Terutama kekuatan dirinya, yang termasuk didalamnya adalah bakatnya.
(https://www.gallup.com/home.aspx) 
    Cara sederhana untuk menemukan kekuatan, bakat, dan potensi diri adalah : (1) Seseorang merasa senang saat melakukannya (enjoy), (2) Seseorang dapat melakukan sesuatu dengan mudah (easy) ketika dia merasakan dapat menguasai keterampilaan tersebut dengan mudah sementara orang lain dengan susah payah. (3) Bila orang tersebut merasa telah dapat mencapai hasil yang maksimum (excellent) dan (4) Menghasilkan pendapatan (earn). Ciri seseorang yang memiliki kekuatan tersebut (4.E Enjoy, Easy, Excellent dan Earn) selanjutnya digunakan sebagai strategi dalam pendekatan berbasis kekuatan.
    Pendekatan berbasis kekuatan dengan strategi “4.E”mencakup empat kegiatan yang harus dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dimulai dari Enjoy, Easy, Excellent, dan Earn.




Gambar 1. Pendekatan Berbasis Kekuatan “4.E”  

 Enjoy
    Kunci utama keberhasilan selama proses kegiatan adalah menikmati apapun yang ingin dicapai. Pada saat melakukan kegiatan, tingkat stres bisa menjadi terlalu kuat, dan emosi negatif seperti keraguan diri, kewalahan, kemarahan, dan ketakutan bisa menjadi pola pikir yang berbahaya.
    Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang membuat pilihan untuk bersenang-senang lebih kreatif, produktif, dan tangguh terhadap situasi yang menantang. Mereka juga lebih mudah menemukan solusi untuk masalah yang kompleks. Dengan berfokus pada kebahagiaan dapat mengubah motivasi kita menjadi orang yang hebat. (Steve Rizzo, 2007)
    Kegiatan yang dilakukan dengan menyenangkan (Enjoy) menjadi langkah awal yang harus dilakukan
dalam kegiatan pendampingan penyusunan bahan ajar.  

Gambar 2. Kegiatan Pendampingan Penyusunan Bahan Ajar  

Easy  
    Strategi kedua dalam kegiatan pendampingan penyusunan bahan ajar adalah Easy (mudah) artinya setiap rangkaian kegiatan harus dilakukan dengan mudah, langkah demi langkah, dan berawal dari apa yang telah dimiliki oleh guru. Tahapan kegiatan yang dilakukan; (1) Menulis ulang bahan ajar yang terdapat dalam RPP (2) menulis draft kasar (3) merevisi untuk mengembangkan tulisan (4) Pengeditan untuk mengoreksi kembali tulisan (5) Penerbitan dengan mencetak salinan akhir .
Gambar 3. Penyusunan Bahan Ajar oleh Guru Excellent
    
Excellent
    Apabila kegiatan dilakukan dengan enjoy atau menyenangkan dan easy atau mudah dipahami dan
dilakukan oleh guru, dampaknya membuat guru menjadi senang sehingga guru menjadi bersemangat menyusun bahan ajar dan tentunya akan menjadi guru yang hebat dan berkualitas excellent. Human Resources of   Business (2018) menyebutkan bahwa ciri utama orang berkualitas adalah; etos kerja yang baik, integritas, sikap positif, motivasi diri, kemampuan sistematis dan organisasi yang kuat, pendengar yang baik, berorientasi pada hal yang rinci, adaptasi pada perubahan.

Gambar 4. Buku Bahan Ajar Hasil Karya Guru

Earn  
    Kamus Merriam Webster menuliskan tentang arti kata Earn untuk menerima sebagai imbalan atas upaya dan terutama untuk pekerjaan yang dilakukan atau layanan yang diberikan, menjadi layak, berhak, atau cocok pada posisi jabatan atau pekerjaan tertentu. Langkah terakhir dari strategi “4.E” adalah Earn dimana guru menjadi produktif dengan menghasilkan karya kreatif dalam bentuk bahan ajar dan bisa memperoleh penghasilan tambahan. Lebih banyak bahan ajar disusun, lebih banyak manfaat yang diperoleh guru dan bukan hanya terkait penghasilan.
    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
    Pendekatan berbasis kekuatan “4.E” seperti telah diuraikan di atas dalam pendampingan penyusunan
bahan ajar sesuai dengan tujuan yang telah diuraikan di atas, faktanya berhasil meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun bahan ajar, di samping juga berdampak pada meningkatnya kepercayaan diri dan prestasi guru. Pendekatan ini juga berdampak positif pada sekolah  dengan meningkatnya akreditasi sekolah dan terciptanya budaya mutu sekolah.


Gambar 5. Buku Bahan Ajar Guru untuk  


Bahan Ajar Karya Produktif Guru Hebat  
    Kegiatan pendampingan penyusunan bahan ajar bagi guru menggunakan pendekatan berbasis kekuatan “4.E” ini dilaksanakan di 16 SLB pada Sudis Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat. Kegiatan pertama kali diawali pada tahun pelajaran 2015 2016 khusus untuk SLB Negeri 5 Jakarta. Karena kegiatan tersebut berhasil meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun bahan ajar, pelaksanaan pembinaan dan pendampingan dilanjutkan pada tahun pelajaran selanjutnya sampai tahun pelajaran 2018 - 2019 untuk mata pelajaran, pada sekolah dan jenis ketunaan lainnya.
    Dari analisa hasil kegiatan supervisi akademik yang dilakukan oleh pengawas melalui penyusunan evaluasi diri yang diperoleh dari masing-masing guru dapatlah disimpulkan bahwa guru belum menyusun bahan ajar bagi peserta didik mereka. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan sebelum pelaksanaan pendampingan dilakukan, dapat disimpulkan kondisi awal; 
    (1) Ketiga guru telah menyusun silabus, RPP dan bahan ajar dalam program pengajarannya, 
    (2) Bahan ajar yang disusun masih berbentuk pokok-pokok materi yang ditulis dalam RPP, 
    (3) Bahan ajar belum berupa modul tertulis yang dapat digunakan peserta didik untuk belajar                         mandiri menambah wawasan keilmuan mereka. 
Dari hasil wawancara, ketiganya membutuhkan pembinaan dalam menyusun bahan ajar bahasa Inggris.
    Dari hasil pendampingan guru menggunakan pendekatan berbasis kekuatan dengan strategi “4.E”
terbukti mampu meningkatkan kompetensi guru menyusun bahan ajar Bahasa Inggris bagi guru SLB di
Sudis Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat. Sehingga rumusan permasalahan yang
dipaparkan pada bagian pendahuluan dapat dibuktikan karena ada peningkatan kompetensi menyusun bahan ajar bahasa Inggris melalui pendampingan menggunakan pendekatan berbasis kekuatan “4.E”. Guru juga mampu menyusun bahan ajar sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus tunaganda dengan pendekatan tersebut. 
    Dalam pelaksanaan pendampingan menggunakan pendekatan berbasis kekuatan “4.E”, guru juga mampu menyusun buku panduan ringkasan materi bahasa Inggris sebagai persiapan ujian nasional bagi peserta didik tunanetra dan berdampak meningkatnya nilai prestasi akademik mata pelajaran bahasa Inggris pada ujian nasional tahun pelajaran 2015 2016.
    Berdasarkan hasil pendampingan menggunakan pendekatan berbasis kekuatan “4.E” disarankan bagi guru untuk menyusun modul bahan ajar sehingga prestasi belajar peserta didik dapat meningkat. Seperti diketahui sampai saat ini tidak ada buku yang khusus disusun untuk peserta didik tunanetra sesuai dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Permendikbud. Meskipun saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah melakukan penyusunan buku untuk anak berkebutuhan khusus tetapi buku tersebut belum sampai ke sekolah. Oleh sebab itu dengan penyusunan modul bahan ajar oleh guru diharapkan akan tersusun buku materi ajar bagi siswa berkebutuhan khusus. 
    Bagi kepala sekolah disarankan pula menggunakan pendekatan pembinaan supervisi akademik untuk
meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun bahan ajar. Pemerintah baik pusat maupun daerah disarankan untuk melakukan workshop atau diklat penyusunan bahan ajar bagi guru serta workshop dan diklat bagi  kepala sekolah dalam melakukan pembinaan supervisi akademik.
  

Gambar 5. Buku Karya Produktif Guru Hebat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  

Meningkatnya Akreditasi Sekolah  
    Kegiatan pendampingan penyusunan bahan ajar menggunakan pendekatan berbasis kekuatan “4.E”  tidak hanya berhasil meningkatkan kemampuan guru menyusun bahan ajar tetapi berdampak untuk sekolah yaitu adanya peningkatan nilai pada akreditasi sekolah. Hasil karya kreatif guru berupa bahan ajar menjadi salah satu butir instrumen penilaian akreditasi sekolah. Guru hebat yang berhasil menyusun bahan ajar, karya kreatif mereka menjadi bukti fisik dalam penilaian akreditasi sekolah. Sekolah yang berhasil memotivasi guru menyusun bahan ajar tentu memperoleh nilai akreditasi
tinggi. Pada Tahun Pelajaran 2015 2016, SLB yang melaksanakan penilaian akreditasi sekolah dan memiliki guru yang mampu menyusun bahan ajar memiliki nilai akreditasi sangat baik (A) .

Terciptanya Budaya Mutu Sekolah
    Dampak positif penting dari penggunaan pendekatan berbasis kekuatan “4.E”pada pendampingan penyusunan bahan ajar untuk guru SLB adalah terciptanya budaya mutu sekolah. Pengembangan budaya mutu di sekolah salah satunya dilakukan melalui program pengembangan inovasi pembelajaran. Kreativitas guru dalam menyusun bahan ajar berhasil mengembangkan inovasi pembelajaran dan berdampak positif pada prestasi akademik serta nonakademik peserta didik yang merupakan salah satu kriteria atau indikator sekolah yang memiliki budaya mutu.

Kepercayaan Diri dan Prestasi Guru 
     Pendampingan penyusunan bahan ajar menggunakan pendekatan berbasis kekuatan “4.E” seperti yang telah dipaparkan di atas juga berdampak positif bagi guru yang akan naik pangkat. Berdasarkan hasil pembinaan supervisi akademik, guru menyatakan bahwa karya kreatif berupa bahan ajar yang telah disusun memudahkan memperoleh penilaian angka kredit untuk kenaikan pangkat.
    Pendekatan berbasis kekuatan “4.E” juga dapat meningkatkan kepercayaan diri sehingga mereka mampu menunjukkan prestasi baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun tingkat nasional. Di bawah ini dipaparkan prestasi guru dan/atau kepala sekolah di tingkat nasional yaitu :

Tabel 1. Data Prestasi Guru dan/atau Kepala Sekolah
Sudis Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat  


Gambar 6. Piagam Penghargaan Guru Prestasi
Sudis Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat

    Berdasarkan data prestasi, dari 214 (dua ratus empat belas) guru sekolah binaan terdapat 58 (lima puluh delapan) guru yang telah membantu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pembinaan PK/LK untuk menyusun buku teks bahan ajar anak berkebutuhan khusus berdasarkan kurikulum 2013.


DAFTAR PUSTAKA  

Lestari, Ika. 2013. Pengembangan bahan ajar berbasis Kompetensi Sesuai dengan Kurikulum 
                Tingkat Satuan Pendidikan . Padang: Akadenia Permata.  
Majid, Abdul. 2011. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.  
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah 
                Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru diunduh dari laman
                  http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/ln/2017/pp19-2017bt.pdf  
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2018 
                tentang  Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah 
                diunduh dari laman
                http://simpuh.kemenag.go.id/regulasi/permendik bud_15_18.pdf  
Peraturan menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007 
                tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru diunduh 
                dari laman : https://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2012 /01/
                nomor-16-tahun-2007-dan-lampiran.pdf 
Rizzo, Steve. 2007. Are You Enjoying the Process on Your Way to Success? Diunduh 
                dari laman  
Soebekti, Soekono; Rama Royani, Nina Insania K. Permana; 2013. 4e enjoy, easy, 
                excellent, earn; Memanfaatkan bakat untuk sukses, 2013. Jakarta : Gramedia  



Biografi Singkat  



Dra. Agustiyawati, M.Phil.SNE  

Lahir di Jakarta, 19 Agustus 1967. Penulis saat ini bekerja sebagai pengawas sekolah PLB pada Sudis
Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat sejak tahun 2015 s.d saat ini. Judul Karya
Tulis yang telah dihasilkan : (1) Penggunaan Hand-Under-Hand Method Sebagai Sebuah Pendekatan
Yang Alami dan Manusiawi dalam Pembelajaran Bagi Anak dengan Gangguan Penglihatan - Jurnal
Enlighten ;  

Jurnal Kajian Keislaman, Pendidikan dan Psikologi, Volume II, No. 1, 2009. ISSN 1979 1682. (2) Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus - Buku; Lembaga Penelitian UIN Jakarta. ISBN: 978-602-8606-65-3, dan (3) Islamic Child Multiple Intelligence Series; Cerdas dalam Musik Buku Pegangan Murid dan Guru. Penerbit Indocamp Prima. ISBN: 979-020-276-8  

Selain sebagai pengawas PLB di Sudis Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat, penulis aktif dalam organisasi pemerhati pendidikan inklusif di Jakarta yang focus melayani pendidikan bagi anak usia dini. Beberapa penelitian dan jurnal sudah ditulis berkaitan dengan anak berkebutuhan khusus.

 : 87885611053 082113622218

: beninghati928@gmail.com  






























































  
  
  
  









Comments

Popular posts from this blog

PENERAPAN KONSEP ABACUS PADA ALAT HITUNG KECEKAN

TELLING STORY

STRATEGI SAHABAT BERMUTU UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI SEKOLAH LUAR BIASA