STRATEGI SAHABAT BERMUTU UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI SEKOLAH LUAR BIASA



ABSTRAK

    Dari hasil pemantauan kepengawasan di sekolah binaan yang berada pada Sudis Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat diperoleh simpulan dari 17 sekolah binaan tersebut, ada sekolah yang dikategorikan sudah memenuhi standar pelayanan minimal penyelenggaraan sekolah tetapi ada juga yang belum. Data hasil pemantauan kepengawasan terhadap ke-17 sekolah luar biasa tersebut dapat disimpulkan; 4 sekolah menunjukkan nilai sangat baik sekali (SLB Negeri 5, SLB Negeri 6, SDLB-C Triasih II, dan SMALB-B Pangudi Luhur), 5 sekolah dengan nilai baik, 6 sekolah dengan nilai sedang, dan 2 sekolah dengan nilai kurang sekali (SLB Matahati dan SLB Insan Harapan.

    Untuk menyelesaikan permasalahan ketimpangan pemerataan mutu pendidikan diperlukan satu alternative strategi, salah satunya menggunakan strategi Sahabat Bermutu dengan model 5.P yang diterapkan dalam program kepengawasan sekolah luar biasa. Dampak positif diterapkannya strategi Sahabat Bermutu adalah meningkatnya pemerataan mutu sekolah ditandai dengan prestasi akademik dan prestasi non akademik yang diperoleh sekolah pengimbas maupun sekolah imbas. Sistem Penjaminan Mutu Internal dapat dilakukan sekolah imbas dengan bantuan sekolah pengimbas sehingga kedua sekolah tersebut dapat melaksanakan system penjaminan mutu sekolah yang berdampak pada peningkatan budaya mutu sekolah.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

    Karakteristik revolusi industri 4.0 ditandai dengan perubahan yang serba cepat, disertai dengan ketidakpastian dan kompleksitas, serta membingungkan. Untuk menghadapi era tersebut dibutuhkan kompetensi abad 21 dimana segala aktivitas dilakukan dan disajikan dalam bentuk teknologi digitalisasi. Implementasi revolusi industri 4.0 membutuhkan karakter diri (tangguh, kerja keras, jujur) dan karakter kinerja (disiplin, kerjasama) serta kemampuan mengembangkan literasi terutama literasi digital. Revolusi industri 4.0 sudah pasti akan mempengaruhi dunia pendidikan sementara saat ini peningkatan mutu pendidikan menjadi permasalahan dalam dunia pendidikan.

    Di era pasar bebas pada abad ke-21 ini pendidikan harus dapat mengantisipasi berbagai tuntutan. Pertama, sekolah diharapkan dapat menyelenggarakan program yang lebih humanis. Makna humanis dalam hal ini adalah memberi peluang yang lebih besar bagi anggota masyarakat untuk dapat memperoleh manfaat dari penyelenggaraan pendidikan, jaminan mutu pendidikan, menjawab kebutuhan masyarakat, dan biaya pendidikan yang sepadan. Kedua, persaingan tenaga kerja yang mengglobal, yang masuk bersama penanaman modal asing sebagai konsekuensi diberlakukannya perjanjian ASEAN-AFTA (mulai tahun 2002), WTO-GATT dan APEC (mulai tahun 2010).

    Direktur Tenaga Kependidikan pada tanggal 06 Pebruari 2009 dalam kegiatan ToT Fasilitator calon kepala sekolah dan pengawas sekolah menyampaikan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dari lima kompetensi kepala sekolah (kompetensi kepribadian, manajerial, supervise, social, dan kewirausahaan) ternyata kompetensi manajerial dan supervisi kepala sekolah termasuk kategori masih lemah. Secara rinci paparan hasil penelitian tersebut sebagai berikut;

    


    Hasil penelitian tersebut di atas bukan tanpa sebab, karena permasalahan manajerial menyangkut banyak aspek yang kompleks. Aspek permasalahan tersebut meliputi; Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai, Kemampuan memetakan permasalahan pendidikan, Strategi kepemimpinan kepala sekolah, Kedewasaan lembaga, Kerjasama internal dan eksternal, Faktor lain yang bersifat situasional sesuai karakteristik sekolah dan kebijakan daerah.

    Berdasarkan hasil uji kompetensi Kepala Sekolah yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2015 yang diikuti oleh 166.333 kepala sekolah dari jenis, jenjang, serta masa kerja yang bervariasi, dan diperoleh hasil pemetaan kompetensi Kepala Sekolah dengan nilai rerata 56,37 untuk 3 kompetensi kepala sekolah. Nilai kompetensi untuk dimensi manajerial adalah 58,55, sedangkan nilai kompetensi untuk dimensi supervisi pembelajaran adalah 51,81, dan untuk nilai kompetensi dimensi kewirausahaan adalah 58,75. Data tersebut menunjukkan bahwa Kepala Sekolah membutuhkan perhatian yang lebih serius dalam peningkatan kompetensi untuk setiap dimensi kompetensi.

    Pendidikan yang bermutu merupakan suatu keharusan di era globalisasi dan revolusi industry 4.0 saat ini. Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Berkaitan dengan penjaminan mutu, pasal 2, ayat (2), Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, menyatakan bahwa penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan perlu dilakukan dalam tiga program terintegrasi yaitu evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. Ketiga program tersebut merupakan bentuk penjaminan mutu pendidikan yang bertujuan untuk melindungi masyarakat agar dapat memperoleh layanan dan hasil pendidikan yang sesuai dengan yang dijanjikan oleh penyelenggara pendidikan. Masalah mutu pendidikan yang terkait dengan penyelenggaraan sekolah antara lain mencakup; kepemimpinan kepala sekolah yang tidak kompeten, organisasi dan komitmen yang masih rendah, penataan staf, kurikulum yang tidak relevan, keterbatasan fasilitas, komunikasi yang tidak kondusif, pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yang tidak jelas, rendahnya peningkatan mutu guru (Nanang Fatah, 2012).

    Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia selalu menjadi barometer penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Dalam satu pengarahan, Gubernur Provinsi DKI Jakarta menyatakan bahwa indikator sekolah yang bermutu adalah; sekolah yang menyenangkan, efektif, dan melampaui 8 Standar Nasional Pendidikan.

    Dari hasil pemantauan kepengawasan di sekolah binaan yang berada pada Sudis Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat diperoleh simpulan dari 17 sekolah binaan tersebut, ada sekolah yang dikategorikan sudah memenuhi standar pelayanan minimal penyelenggaraan sekolah tetapi ada juga yang belum. Data hasil pemantauan kepengawasan terhadap ke-17 sekolah luar biasa tersebut dapat disimpulkan; 4 sekolah menunjukkan nilai sangat baik sekali (SLB Negeri 5, SLB Negeri 6, SDLB-C Triasih II, dan SMALB-B Pangudi Luhur), 5 sekolah dengan nilai baik, 6 sekolah dengan nilai sedang, dan 2 sekolah dengan nilai kurang sekali (SLB Matahati dan SLB Insan Harapan).

    Berdasarkan hasil pemantauan kepengawasan tersebut di atas, terdapat ketimpangan dalam pemerataan mutu pendidikan di wilayah binaan. Oleh sebab itu diperlukan satu strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan bagi sekolah yang belum mencapai 8 Standar Nasional Pendidikan.

    Untuk menyelesaikan permasalahan seperti yang telah dipaparkan di atas, penulis mengajukan satu alternatif strategi menggunakan program Sahabat Bermutu yang dilakukan dalam bentuk kegiatan benchmarking antara sekolah pengimbas (sekolah dengan kategori sangat baik) kepada sekolah imbas (sekolah dengan kategori kurang). Program Sahabat Bermutu dimaksudkan bahwa semua sekolah akan menjadi Sama-sama Hebat dan Sama-sama Bermutu dalam jalinan persahabatan. Strategi program Sahabat Bermutu digunakan karena merupakan strategi yang mudah, cepat dan tepat.

B. Tujuan

    Peningkatan pemerataan mutu pendidikan di Sekolah Luar Biasa sesuai dengan standar pelayanan mininal menjadi tujuan rancang bangun ide inovasi yang menjadi bagian dari pelaksanaan best practice ini. Secara khusus pelaksanaan best practice ini bertujuan untuk; (1) menemukan strategi yang tepat dan bermanfaat dalam melakukan pembinaan sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan Sekolah Luar Biasa pada Sudis Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat, (2) Menggali informasi tentang strategi Sahabat Bermutu untuk peningkatan mutu pendidikan pada SLB, (3) Menggali informasi tentang manfaat dan efektifitas penggunaan strategi Sahabat Bermutu untuk meningkatkan pemerataan mutu pendidikan di sekolah luar biasa

C. Manfaat

    Program Sahabat Bermutu diharapkan menjadi alternatif menyelesaikan permasalahan pemerataan mutu pendidikan dan diharapkan pula dapat menjadi solusi terbaik meningkatkan mutu pendidikan di Sekolah Luar Biasa pada Sudis Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat.

    Program Sahabat Bermutu juga akan menjadi program yang berkelanjutan sebagai salah satu strategi untuk melaksanakan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan di Sekolah Luar Biasa.


BAB II 

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

    Mutu pendidikan merupakan tolak ukur keberhasilan sebuah proses pendidikan yang bisa dirasakan oleh masyarakat mulai dari input (masukan), proses pendidikan yang terjadi, hingga output (produk keluaran) dari sebuah proses pendidikan. Pada bidang pendidikan, banyak faktor yang menentukan mutu pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sudah mengatur segala proses pendidikan yang mencakup segala aspek, salah satunya adalah penjaminan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan nasional. Pada pasal 91 yang menjelaskan bahwa : (1) Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjamin mutu pendidikan, (2) Penjamin mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan, (c) Penjamin mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjamin mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.

    Peraturan Pemerintah seperti telah dipaparkan di atas diperkuat dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 65 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan yang menjadi acuan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa Penjaminan mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah daerah, Pemerintah, dan masyarakat untuk menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Berdasarkan kebijakan tersebut di atas, maka peningkatan mutu pendidikan menjadi hal terpenting yang harus dilakukan oleh seluruh jajaran dunia pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan yang diselenggarakan berdasarkan 8 SNP dan Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah mencakup: (a) penilaian mutu pendidikan, (b) analisis dan pelaporan mutu pendidikan dan (c) peningkatan mutu pendidikan.

    Penyusunan program peningkatan mutu dapat dilakukan dengan mengaplikasikan empat teknik, yaitu school review, benchmarking, quality assurance, dan quality control. Pada pelaksanaan best practice ini diterapkan teknik menggunakan benchmarking. Prim Masrokan (2013: 280) mendefinisikan benchmarking merupakan kegiatan untuk menetapkan standar, baik proses maupun hasil yang akan dicapai dalam suatu periode tertentu. Untuk kepentingan praktis, standar tersebut direfleksikan dari realitas yang ada. Menurut Nisjar dan Winardi seperti dikutip oleh Tjuju (2011: 48) menyatakan bahwa benchmarking dapat dirumuskan sebagai aktivitas imitation with modification, dimana di dalam istilah modification sudah terkandung makna improvement. Menurut Finn Frandsen seperti dikutip dalam Prim Masrokan (2013: 237) ada 3 (tiga) manfaat utama dari benchmarking, yaitu: perubahan budaya, perbaikan kinerja, peningkatan kemampuan sumber daya manusia.

    Program benchmarking yang digunakan dalam pelaksanaan best practice ini dikemas dalam strategi Sahabat Bermutu dengan model 5.P (pelibatan, penjelajahan, penjelasan, perluasan, perbaikan). Strategi Sahabat Bermutu dimaksudkan bahwa tujuan akhir pelaksanaan kegiatan semua sekolah menjadi “Sama-sama Hebat dan Sama-sama Bermutu” sedangkan model 5.P digunakan untuk mencapai tujuan menjadi Sahabat Bermutu. Model 5.P dijabarkan sebagai berikut :

1.      Pelibatan

Program benchmarking yang dikemas dalam strategi Sahabat Bermutu diawali dengan kegiatan “keterlibatan”. Dalam kegiatan ini, baik sekolah pengimbas maupun sekolah imbas terlibat dalam kegiatan ini. Sekolah pengimbas diharapkan dapat berbagi pengalaman terbaik mengelola sekolah kepada sekolah imbas sehingga dapat menumbuhkan minat ingin tahu sehingga sekolah imbas dapat terhubung dengan pengalaman yang mereka miliki dan termotivasi untuk meningkatkan mutu sekolah mereka.

2.      Penjelajahan

Kegiatan selanjutnya adalah menjelajah. Dalam kegiatan ini, sekolah pengimbas berkunjung ke sekolah imbas kemudian bersama-sama melakukan penjelajahan untuk menyusun analisa SWOT dan menentukan kekuatan dan peluang yang dimiliki maupun kelemahan dan hambatan yang ada. Berdasarkan hasil penjelajahan ini, sekolah pengimbas membantu sekolah imbas

3.      Penjelasan

Pada kegiatan ini, sekolah imbas memberikan penjelasan serta menunjukkan pemahaman konsep dan keterampilan proses yang telah diperoleh dari kegiatan benchmarking dengan strategi Sahabat Bermutu. Selanjutnya sekolah imbas beserta sekolah pengimbas melakukan diskusi untuk menganalisis data/informasi yang dikumpulkan dari kegiatan yang telah mereka lakukan

4.      Perluasan

Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah memfasilitasi sekolah imbas untuk dapat menerapkan konsep yang telah mereka peroleh berdasarkan kegiatan yang telah mereka lakukan dalam pembimbingan sekolah pengimbas ke dalam situasi atau masalah yang baru sesuai dengan analisis kekuatan yang telah dilakukan. Masalah baru tersebut memiliki penyelesaian yang identik dengan permasalahan yang dibahas sebelumnya. Selama fase ini sekolah pengimbas dapat dilibatkan kembali dalam kegiatan diskusi dan pencarian informasi.

5.      Evaluasi

Pada tahap ini, sekolah pengimbas mencari tahu tahu kualitas dan kuantitas ketercapaian pemahaman sekolah imbas terhadap topik yang telah mereka pelajari. Tahap ini dapat diwujudkan dalam metode formal atau informal. Pengawas dan sekolah pengimbas mengajukan pertanyaan terkait pelaksanaan benchmarking yang dapat direspon secara lisan atau tulisan,

    Model 5.P adalah salah satu model konstruktivis lengkap berbasis riset atau brainstorming yang digunakan dalam suatu proses kegiatan (Campbell dalam Tuna & Kacar, 2013). Model 5.P berpusat pada sekolah imbas sebagai pembelajar dengan kegiatan yang memberikan dasar untuk observasi, pengumpulan data, analisis tentang kegiatan, peristiwa, dan fenomena (Haribhai & Dhirenkumar, 2012). Model 5.P merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga sekolah imbas dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pengelolaan sekolah dengan jalan berperan secara aktif (Fajaroh & Dasna, 2008; Wibowo et al., 2010).

    Model 5.P memotivasi sekolah imbas untuk masuk dalam topik melalui beberapa tahap kegiatan benchmarking dengan tujuan untuk mengeksplorasi subjek, memberikan definisi pada pengalaman mereka, mendapatkan informasi lebih rinci tentang pengelolaan sekolah imbas mereka, dan untuk mengevaluasinya (Wilder & Shuttleworth dalam Hagerman, 2012; Tuna & Kacar, 2013).

    Model 5.P adalah model kegiatan konstruktivis yang menggabungkan antara hands-on, minds-on, dan penyelidikan ilmiah berbasis pedagogik (Balci et al., 2006; Hagerman, 2012; Liu et al., 2009). Berbeda dengan metode tradisional yang mendominasikan instruksi langsung dalam menyampaikan informasi, model 5.P dengan pendekatan hands-on di mana sekolah imbas dapat mengeksplorasi konsep baru, mengevaluasi kembali pengalaman masa lalu mereka, dan mengasimilasi atau mengakomodasi pengalaman baru dan konsep ke dalam skema yang sudah ada (Hagerman, 2012).


B. Penelitian Relevan

    Michael Paulus dan Devie (2013) dalam penelitian menyimpulkan bahwa “Terdapat pengaruh signifikan dan positif antara benchmarking terhadap kinerja organisasi., maka perusahaan yang menerapkan benchmarking akan meningkatkan kinerja organisasi. Hasil penelitian tersebut diperkuat dengan studi yang dilakukan oleh Laela Fitriana (2016) yang menyimpulkan bahwa; “Implementasi hasil benchmarking yang dilaksanakan di MTsN Aryojeding dan SMP Islam Al Azhaar di Kabupaten Tulungagung berimplikasi pada perubahan kinerja”. Hal tersebut nampak pada guru MTsN Aryojeding yang telah melakukan pembinaan bagi siswa- siswi yang berprestasi hingga mampu mengantarkan anak didiknya mengikuti olimpiade pada tingkat Nasional di Palembang Sumatra Selatan. Sedangkan, di SMP Islam Al-Azhaar dapat mengembangkan ke-4 kurikulumnya yang banyak mendapatkan wawasan dari benchmarking untuk pengembangan pembelajaran di lembaganya utamanya dalam pembelajaran pada program tahfidz, inklusif, dan AIS.


C. Kerangka Berpikir

    Revolusi Industri 4.0 menuntut terjadinya perubahan dalam dunia pendidikan termasuk untuk Sekolah Luar Biasa. Yang harus dilakukan sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan melaksanakan budaya mutu sekolah salah satunya dengan melakukan Sistem Penjaminan Mutu Internal.

    Dari hasil pelaksanaan pemantauan pengawasan diperoleh simpulan bahwa mutu pendidikan di Sekolah Luar Biasa pada Sudis Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat terdapat ketimpangan pemerataan mutu dengan variasi gradasi mutu dari yang sangat baik hingga sekolah yang kurang sehingga membutuhkan satu strategi agar permasalahan pemerataan mutu pendidikan dapat diatasi. Strategi yang dirancang untuk meningkatkan pemerataan mutu pendidikan di Sekolah Luar Biasa menggunakan program Sahabat Bermutu dari sekolah pengimbas kepada sekolah imbas.

    Rancang ide inovasi ini diharapkan dapat meningkatkan pemerataan mutu pendidikan sehingga 17 (tujuh belas) Sekolah Luar Biasa pada Sudis Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat dapat mencapai Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan Pemerintah. Dampak positif pelaksanaan rancang ide inovasi ini – strategi Sahabat Bermutu dapat diimplementasikan untuk seluruh SLB di provinsi DKI Jakarta.


BAB III

METODE PEMECAHAN MASALAH


A. Prosedur

    Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan pada Bab I – Pendahuluan disimpulkan bahwa faktanya ditemukan tidak ada pemerataan mutu pendidikan di SLB pada Sudin Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat. Dari ke-17 SLB tersebut, 4 sekolah menunjukkan nilai sangat baik sekali (SLB Negeri 5, SLB Negeri 6, SDLB-C Triasih II, dan SMALB-B Pangudi Luhur), 5 sekolah dengan nilai baik, 6 sekolah dengan nilai sedang, dan 2 sekolah dengan nilai kurang sekali (SLB Matahati dan SLB Insan Harapan).

    Dalam upaya meningkatkan pemerataan mutu pendidikan di SLB pada Sudis Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat serta pelaksanaan kepengawasan dapat berjalan secara efektif, maka tugas pokok dan fungsi pengawasan salah satunya pemantauan delapan (8) Standar Nasional Pendidikan dilaksanakan menggunakan program benchmarking dengan strategi Sahabat Bermutu model 5.P

    Sebagai sekolah pengimbas terpilih; SLB Negeri 5 dan SLB Negeri 6 Jakarta untuk acuan 8 standar nasional pendidikan. Sedangkan untuk sekolah pengimbas terkait proses pembelajaran program khusus terpilih; SLB-B Pangudi Luhur untuk pembelajaran peserta didik tunarungu dan SLB-C Triasih II untuk pembelajaran bagi peserta didik tunagrahita ringan. SLB B/C Insan Harapan menjadi sekolah imbas dalam program benchmarking. Pelaksanaan pada tahap awal dilakukan selama satu tahun pelajaran 2015-2016.

    Sebelum program benchmarking dengan strategi Sahabat Bermutu model 5.P dilaksanakan, pengawas melakukan langkah-langkah kerja sebagai berikut;

  1. Melakukan evaluasi diri (self-assessment). Self-assessment sangat penting dalam kegiatan apapun karena dari sinilah akan dapat dirumuskan suatu tindakan yang dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi atau memperbaiki keadaan. Self assessment dilakukan dengan mengkaji serta mendokumentasikan visi dan misi, praktik penyelenggaraan pendidikan untuk mewujudkan visi dan misi, dan keberhasilan yang sudah dapat dicapai oleh sekolah yang bersangkutan. Sedangkan hal-hal yang perlu dikaji minimal menyangkut sembilan (9) komponen evaluasi diri yang telah digariskan oleh Badan Akreditasi Sekolah, yang meliputi: (a) kurikulum dan pembelajaran, (b) administrasi dan manajemen sekolah, (c) organisasi kelembagaan sekolah, (d) sarana dan prasarana, (e) ketenagaan, (f) pembiayaan, (g) peserta didik, (h) peran aktif masyarakat, serta (i) lingkungan dan budaya sekolah (BASNAS, 2004).
  2. Analisis dan adaptasi, yaitu dengan melakukan refleksi mengapa sekolah yang satu memperoleh hasil yang kurang baik, sementara sekolah lain hasilnya lebih baik.
  3. Perbandingan (comparison), yaitu dengan mengidentifikasi organisasi (sekolah) yang patut dicontoh, serta menentukan organisasi mana yang akan dijadikan partner dalam melakukan benchmarking.
  4. Rencanakan dan implementasikan, yakni dengan memikirkan secara cermat tindakan apa yang perlu dilakukan, komunikasikan (sosialisasikan) alternatif-alternatif terbaik kepada semua warga sekolah, galang dukungan, dan lakukan tindakan yang telah dirancang untuk mencapai perbaikan.
  5. Umpan balik dan evaluasi, yaitu dengan mengamati dan menilai secara cermat apa yang telah dilakukan dan hasil yang telah dapat dicapai.

B. Pemecahan Masalah

    Salah satu tugas pengawas sekolah adalah melaksanakan pemantauan 8 (delapan) standar nasional pendidikan. Berdasarkan analisa dan simpulan hasil pengawasan seperti telah diuraikan di atas, disusun program kegiatan kepengawasan dengan tujuan utama untuk meningkatkan pemerataan mutu capaian standar pelayanan minimal bagi SLB yang belum memenuhi standar tersebut. Program kegiatan benchmarking digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam kegiatan kepengawasan tersebut dan strategi Sahabat Bermutu model 5.P digunakan dalam kegiatan peningkatan pemerataan mutu pendidikan bagi SLB di Sudis Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat.

    Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan pengawas sekolah untuk melaksanakan program benchmarking dengan strategi Sahabat Bermutu model 5.P diawali dengan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan evaluasi, refeleksi seperti diuraikan di bawah ini :

1.      Perencanaan

Perencanaan adalah langkah awal yang dilakukan saat akan memulai kegiatan. Agar kegiatan mudah dipahami, maka harus disusun perencanaan, meliputi; (a) menyusun rencana kegiatan termasuk jadwal kegiatan pelaksanaan program benchmarking. (b) menentukan tujuan dan fokus kajian, (c) menentukan rencana peningkatan kompetensi

Dalam melakukan perencanaan, pengawas dan kepala sekolah bersama-sama mendiskusikan hal-hal yang akan dilakukan antara lain; (a) Menyiapkan kelengkapan administrasi berupa dokumen hasil evaluasi diri sekolah untuk sekolah pengimbas dan sekolah imbas, (b) Membahas analisa SWOT yang tertuang dalam dokumen hasil evaluasi diri sekolah, baik untuk sekolah pengimbas maupun sekolah imbas, (c) Menyusun bahan/materi yang menjadi topik menarik untuk pembahasan dalam program benchmarking yang akan dilakukan, (d) Menyusun instrumen atau strategi dalam melaksanakan program benchmarking yang akan dilakukan, (e) Menyusun responden dan alat ukur keberhasilan pelaksanaan program benchmarking yang telah direncanakan, (f) Menyusun mitra kerja dalam pelaksanaan program benchmarking tersebut, (g) Menyusun jadual kegiatan pelaksanaan program benchmarking yang akan dilakukan oleh kepala sekolah dan seluruh stafnya, (h) Menyusun jadual pembimbingan oleh pengawas atau jadual monitoring dan supervisi yang akan dilakukan oleh pengawas

Dalam menyusun perencanaan, kepala sekolah dan pengawas selalu membangun komitmen bersama bagi keberhasilan pelaksanaan program benchmarking. Seringkali penghambat dan tantangan terbesar dalam pelaksanaan suatu program seperti program benchmarking ini disebabkan karena kurangnya komitmen yang terjaga dari kedua belah pihak yaitu pengawas dan kepala sekolah. Untuk itu komitmen yang tinggi harus terus dibangun dan kedua belah pihak harus saling mengingatkan satu sama lain.


2.      Pelaksanaan

Terkait dengan pelaksanaan, baik kepala sekolah maupun pengawas harus berperan aktif. Dalam pelaksanaan strategi mengunakan program benchmarking ini maka kepala sekolah harus; (a) Memiliki catatan anekdot seluruh hasil kegiatan yang dilaksanakan terkait dengan program benchmarking (b) Dalam dokumen catatan anekdot tersebut, terangkum seluruh kejadian yang terekam dan terobservasi, (c) Dokumen catatan anekdot juga mencatat evaluasi untuk program pelaksanaan yang akan menjadi bahan diskusi dengan pengawas yang akan melakukan pembinaan, (d) Dokumen juga dapat berupa foto dan hasil kinerja kepala sekolah beserta seluruh staf sekolah yang menjadi subjek penelitian baik dari sekolah imbas maupun sekolah pengimbas

Sedangkan pengawas harus melakukan; (a) Pelaksanaan pembinaan (monitoring dan supervisi) sesuai jadual yang telah disepakati, (b) Memberi masukan atau saran perbaikan bagi pelaksanaan program benchmarking, (c) Memiliki catatan hasil pembinaan yang menjadi bahan diskusi bersama kepala sekolah, dan (d) Memiliki bahan evaluasi bagi keberhasilan pembinaan.

Pengawas juga dapat melaksanakan evaluasi kegiatan ini melalui musyawarah kepala sekolah atau forum pertemuan kepala sekolah secara berkala dan berkesinambungan. Apabila strategi ini dilaksanakan secara konsisten, teratur dan berkesinambungan, hasil positif akan dapat dicapai. Ada keuntungan yang bisa diperoleh dari kedua belah pihak. Bagi pengawas, selain dapat melakukan pembinaan dalam meningkatkan pemerataan mutu pendidikan sekolah luar biasa, pengawas juga dapat melakukan penilaian kinerja secara bersamaan. Bagi kepala sekolah tentu akan meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan pengelolaan manajemen mutu sekolah.

3.      Pengamatan dan Evaluasi

Pelaksanaan pengamatan dapat menggunakan teknik secara visual maupun dengan bantuan teknologi. Yang terpenting dalam pelaksanaan observasi pengawas dapat menghimpun informasi sesuai dengan yang direncanakan. Data yang dihimpun selanjutnya dikelompokkan berdasarkan data yang sejenis, dianalisis, dan ditafsirkan sehingga dapat diolah untuk kemudian dapat disusun simpulan dan rekomendasi.

4.      Refleksi

Kegiatan refleksi dilakukan untuk menjawab pemasalahan; (a) apakah pendekatan melalui program benchmarking dapat meningkatkan pemerataan mutu pendidikan di sekolah luar biasa, (b) merumuskan mengapa program benchmarking tersebut dapat meningkatkan pemerataan mutu pendidikan di sekolah luar biasa, (c) Saran apa yang harus dirumuskan dalam menyikapi hasil pelaksanaan best practice. (d) Merumuskan apakah perlu dilakukan siklus tindakan berikutnya ataukah tidak.



BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Awal

    Sudis Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat saat ini melakukan pembinaan pada 17 (tujuh belas) Sekolah Luar Biasa di 4 (empat) kecamatan yaitu; Kembangan, Kebon Jeruk, Palmerah, dan Grogol Petamburan yang terdiri dari 2 (dua) SLB Negeri dan 15 (lima belas) SLB Swasta.

    Pada tahun pelajaran 2014 – 2015, SLB baru berjumlah 14 (empat belas) sekolah binaan. Dari hasil pemantauan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP) diperoleh simpulan bahwa terdapat beberapa SLB yang dikategorikan dan memenuhi standar pelayanan minimal. Tetapi dari ke-14 sekolah binaan tersebut, ada pula sekolah yang dikategorikan belum memenuhi standar pelayanan minimal penyelenggaraan sekolah. Data hasil pemantauan kepengawasan ke-14 sekolah luar biasa tersebut dapat dipaparkan pada tabel berikut :

NO

NAMA SEKOLAH

KECAMATAN

NILAI

KATEGORI

1

SLB Negeri 5 Jakarta

Palmerah

93

Baik

2

SLB Negeri 6 Jakarta

Kembangan

97

Baik Sekali

3

TKLB-B Pangudi Luhur

Kembangan

95

Baik

4

SDLB-B Pangudi Luhur

Kembangan

95

Baik Sekali

5

SMPLB/SMALB-B Pangudi Luhur

Kembangan

98

Baik Sekali

6

SDLB-C Triasih II

Kebon Jeruk

93

Baik

7

SMPLB/SMKLB-C Triasih

Kebon Jeruk

94

Baik

8

SLB C dan Autisma Dian Kusuma

Kebon Jeruk

80

Sedang

9

SLB C dan Austisma Talitakum

Kebon Jeruk

80

Sedang

10

SLB B/C Dharma Asih

Grogol Petamburan

74

Kurang

11

SLB C dan Autisma Cahya Anakku

Grogol Petamburan

74

Kurang

12

Sekolah Khusus Talenta

Palmerah

70

Kurang

13

SLB B/C Insan Harapan

Kebon Jeruk

64

Kurang Sekali

14

SLB C dan Autisma Matahati

Palmerah

60

Kurang Sekali

    Untuk menyelesaikan permasalahan ketimpangan pemerataan mutu pendidikan, maka disusun program kegiatan benchmarking yang bertujuan sebagai alternative pemecahan masalah untuk meningkatkan pemerataan mutu pendidikan SLB di Sudis Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat. Strategi Sahabat Bermutu dengan model 5.P digunakan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan tersebut. Sebagai Sekolah Pengimbas adalah; SLB Negeri 5 dan SLB Negeri 6 Jakarta untuk acuan delapan (8) Standar Nasional Pendidikan, SLB-B Pangudi Luhur (satuan pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB) untuk standar proses pembelajaran peserta didik tunarungu, dan SLB-C Triasih (satuan pendidikan SDLB, SMPLB, dan SMKLB) untuk proses pembelajaran peserta didik tunagrahita ringan. Sedangkan sekolah imbas adalah SLB B/C Insan Harapan. Pelaksanaan best practice dilaksanakan pada tahun pelajaran 2015 – 2016 selama dua (2) semester.


B. Pelaksanaan dan Hasil

    Dari pelaksanaan best practice menggunakan program kegiatan benchmarking dengan strategi Sahabat Bermutu model 5.P diperoleh hasil sebagaimana dipaparkan pada table di bawah ini.

NO URAIAN KEGIATAN PROGRAM BENCHMARKING
SEBELUM SESUDAH
1 Standar Isi Sudah memiliki KTSP –Kurikulum 2006 dan belum memiliki KTSP dokumen 1 dan 2 menggunakan K-13 PLB Sudah memiliki KTSP dokumen 1 menggunakan K-13 PLB dan sedang mempersiapkan dokumen 2. Pada tahun pelajaran 2016 – 2017 telah menyelesaikan seluruh dokumen KTSP menggunakan K-13 PLB (dokumen 1, 2, dan 3) dan telah ditandatangani oleh dinas terkait
2 Standar Proses Untuk proses pembelajaran anak tunagrahita belum menggunakan tematik Sudah menggunakan pembelajaran tematik bagi anak tunagrahita. Untuk peserta didik tunarungu, guru sudah menggunakan MMR dengan baik
3 Standar Kompetensi Lulusan Belum meraih prestasi akademik dan non akademik Meraih prestasi non akademik di tingkat kab/kota dan tingkat provinsi pada FLS2N – juara MTQ Pendidikan Dasar. Prestasi akademik dibuktikan dengan kelulusan 100% pada UN
4 Standar Tenaga Pendidikan dan Kependidikan Tidak ada program pembinaan karir guru sehingga tindak lanjut dari kegiatan monitoring dan supervisi yang dilakukan kepala sekolah tidak dapat dilaksanakan Guru dilatih proses pembelajaran menggunakan tematik bagi anak tunagrahita dan pelatihan MMR bagi anak tunarungu
5 Standar Pengelolaan Standar pengelolaan belum memenuhi standar pelayanan minimal yang ditetapkan Sudah memenuhi standar pelayanan minimal yang ditetapkan pemerintah
6 Standar Sarana – Prasarana Belum memenuhi standar pelayanan minimal Belum memenuhi standar pelayanan minimal Faktor biaya menjadi penghambat
7 Standar Pembiayaan Belum menggunakan komputersisasi Sudah menggunakan komputerisasi dan sistem online. Transparansi pembiayaan dengan ; 1. Menyusun e-RKAS secara online 2. Menyusun laporan pertanggungjawaban penggunaan dana secara online
8 Standar Penilaian Belum memiliki kepercayaan diri untuk ikut ujian nasional dan sekolah secara mandiri Mampu menyelenggarakan ujian nasional dan sekolah secara mandiri


C. Dampak

    Dampak positif diterapkannya strategi Sahabat Bermutu model 5.P dalam program benchmarking kepengawasan sekolah antara lain meningkatnya mutu sekolah ditandai dengan prestasi akademik dan prestasi non akademik yang diperoleh sekolah pengimbas maupun sekolah imbas. Sistem Penjaminan Mutu Internal dapat dilakukan sekolah imbas dengan bantuan sekolah pengimbas sehingga kedua sekolah tersebut dapat melaksanakan system penjaminan mutu sekolah yang berdampak pada peningkatan budaya mutu sekolah.


BAB IV

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

    Hasil pelaksanaan best practice yang dilakukan selama dua (2) semester pada tahun pelajaran 2015 – 2016 pada SLB B/C Insan Harapan sebagai sekolah imbas dengan menerapkan program kegiatan benchmarking dengan strategi Sahabat Bermutu model 5.P untuk pemantauan 8 Standar Nasional Pendidikan yang menjadi tugas pokok pengawas sekolah dapat disimpulkan bahwa :

  1. Berdasarkan hasil unjuk kerja dari sekolah imbas terbukti bahwa ada peningkatan kemampuan kepala sekolah dalam mengelola kegiatan sekolah
  2. Peningkatan kemampuan yang dimiliki sekolah dibuktikan dengan adanya;
    • Pemerataan kualitas di antara kedua lembaga atau sekolah yang melakukan program benchmarking menggunakan strategi Sahabat Bermutu 5.P baik sekolah imbas maupun sekolah pengimbas
    • Tumbuhnya kerjasama yang baik di antara kedua sekolah tersebut
    • Berkembang “school sister” pembelajaran yang sama antarapendidik maupun peserta didik
    • Membangun jaringan kerja dengan sekolah yang setype atau sama
    • Tumbuhnya peningkatan kinerja sekolah
    • Tumbuhnya kemampuan memecahkan masalah
    • Mengembangkan budaya dan sebagai penggerak improvement
    • Kemampuan mengevaluasi diri
  3. Strategi Sahabat Bermutu 5.P yang diterapkan dalam Program benchmarking terbukti efektif digunakan untuk membantu tugas dan fungsi pokok pengawas dalam menjalankan pemantauan delapan (8) Standar Nasional Pendidikan
  4. . Strategi Sahabat Bermutu 5.P dalam program benchmarking juga terbukti dapat meningkatkan pemerataan mutu pendidikan di sekolah luar biasa pada Sudin Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Barat.


B. Rekomendasi

    Berdasarkan hasil praktik baik dan simpulan yang telah dipaparkan di atas, maka rekomendasi yang dapat diberikan adalah :

  1. Strategi Sahabat Bermutu model 5.P dapat digunakan sebagai strategi bagi pengawas dalam melaksanakan tugas pemantauan delapan (8) Standar Nasional Pendidikan sehingga terdapat peningkatan pemerataan mutu pendidikan di sekolah luar biasa. Strategi ini dapat dilakukan diterapkan dalam program benchmarking
  2. Peningkatan kemampuan yang dimiliki sekolah dibuktikan dengan adanya;
  3. Dalam pelaksanaan program benchmarking yang menggunakan strategi Sahabat Bermutu 5.P harus disertai dengan komitmen bersama antara pengawas, sekolah imbas dan sekolah pengimbas
  4. Pemerataan mutu pendidikan di sekolah luar biasa dapat dilakukan oleh Dinas Pendidikan menggunakan strategi Sahabat Bermutu 5.P yang dikemas melalui program benchmarking. Pola pembinaan pemerataan mutu pendidikan di sekolah luar biasa menggunakan strategi tersebut dilakukan dengan satu (1) sekolah imbas dibantu beberapa sekolah pengimbas sesuai dengan analisa kekuatan – kelemahan, tantangan – hambatan yang dilakukan pada saat self asessment oleh pengawas.


DAFTAR RUJUKAN

Amstrong, M. (2009). Amstrong handbook of performance management: An evidencebased guide to delivering high performance, 4th ed., London, U.K.: Kogan Page.


Bernardine Wirjana, Mencapai Manajemen Berkualitas, Andi, 2007


Cokins, G. (2009). Performance management: Integrating strategy, execution, methodologies, risk and analytic, New Jersey, USA: John Wiley & Sons Inc.


Franceschini,   F.,   Galetto,   M.    Maisano,   D.   (2007).   Management   by measurement

:  Designing  key  indicators  and  performance  measurement  system,  Berlin, Germany: Springer.


Hadis, Abdul dan Nurhayati. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Jenny Waller and Derek Allen, The T.Q.M. Toolkit: A Guide to PracticaTechniques for Total             Quality Management, Kogan Page, 1995

Kemendikbud. 2014. Petunjuk Peningkatan Mutu di Sekolah Dasar. Jakarta: Kemendikbud.

Michael Paulus dan Devie, Analisa Pengaruh Penggunaan BenchmarkinTerhadap Keunggulan         Bersaing dan Kinerja Perusahaan, tahun 2013. Nanang Fatah. Analisis Kebijakan 
         Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakary(2012). Hlm. 30

Nursya'bani Purnama, Manajemen Kualitas: Perspektif Global, Fakultas Ekonomi UII, 2006

Nurtanio, Agus P. Strategi Mengembangkan Kompetensi Manajerial KepalSekolah. jurnal                 pendidikan.

Prim Masrokan Mutohar, Manajemen Mutu Sekolah: Strategi Peningkatan Mutu dan Daya Saing Lembaga Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media2013), 280.

Sagala,    Syaiful.    2007. Manajemen    Strategik    Dalam    Peningkatan                           Mutu  PendidikanBandung: Penerbit Alfabeta.

Soewarso Hardjosoedarmo, Total quality management, Andi, 2004

Suryadi Prawirosentono, Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu Abad  21: Kiat                   Membangun Bisnis Kompetitif, Bumi Aksara, 2007

Comments

Popular posts from this blog

PENERAPAN KONSEP ABACUS PADA ALAT HITUNG KECEKAN

TELLING STORY